Ilustrasi Kuntilanak (Google) |
Oleh:
Sukardi (Adi TB)
Pontianak sedang
dalam suhu panas. Isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), sikap pro dan
kontra, tidak toleran, singgung-singgungan terjadi di mana-mana, yang lagi
hangat ini, sehangat kopi pancong, yakni rencana pembangunan Tugu Kuntilanak.
Rencana pembangunan
Tugu Kuntilanak oleh pemerintah provinsi melalui Dinas Pemuda, Olahraga dan
Pariwisata (Disporapar), mendapatkan respon pro dan kontra dari masyarakat Pontianak
khususnya. Patung yang dikonsep setinggi 100 meter tersebut, akan diletakkan di
tepian Sungai Kapuas, dekat Jembatan Kapuas I. Di antara tujuannya adalah sebagai
ikon dan untuk menarik para wisatawan ke kota Pontianak.
Menurut saya, pembangunan
Tugu Kuntilanak, bisa menjadi penghasilan dan menjadi ciri khas kota Pontianak,
menjadi tempat wisata, tempat berselfiria, baik mereka yang doyan film horor maupun
jejak kehidupannya yang memang horor. Namun, pembelotan sejarah juga tidak
terelakkan, anak cucu semakin bodoh dibuatnya. Jika dikaitkan dengan sejarah, tak
bermakna sesungguhnya bahwa Pontianak ini berasal dari kata Hantu Kuntilanak.
Saran saya,
lebih baik membangun patung pahlawan Sultan Hamid II, sebagai perancang lambang
negara Republik Indonesia, Garuda Pancasila, putra asli Pontianak Kalimantan
Barat. Kemudian, banyak ciri khas lainnya dari Kota Pontianak yang bisa jadikan
ikon, yakni meriam karbit, lancang kuning, dan lain sebagainya.
Dari kubu kontra,
sempat memasang spanduk penolakan terhadap rencana pembangunan Tugu Kuntilanak,
mereka menggunakan bahasa yang tegas. Saya lihat itu di persimpangan Tanjung Raya.
Inti dari tulisannya, mereka menolak adanya Tugu Kuntilanak, mereka meminta pembangunan
tersebut dibatalkan, kalau sampai dibangun, akan dirobohkan itu “Patung Antu”. Jika hal yang demikian
terjadi, berapa kerugian yang kita dapatkan?.
Saya pribadi tidak
memihak kepada yang pro maupun yang kontra. Rencana pembangunan dengan anggaran
yang terbilang cukup besar ini, tolong dipikirkan secara luas. Si perencana
pembangunan Tugu Kuntilanak ini kan orang cerdas, yang kontra pun orang cerdas,
mari dimusyawarahkan, jangan ribut-ributan, nanti Si Kuntilanak menampakkan
wajahnya yang semrautan, hii ngeri kan?. (*)
*Mahasiswa
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah,
Institut Agama Islam Negeri Pontianak. Aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)
Warta IAIN Pontianak.
0 Komentar