Senyuman
Oleh : Sukardi (Adi TB)
Berjalan menyusuri jembatan, mengenakan pakaian compang–camping, rambutnya berantakan. Wanita itu sedang bersedih, bingung menghadapi sejuta kekusaman cerita
hidupnya.
“Bosan... ! Aku sudah bosan hidup dan tidak ingin
melanjutkan hidup ini” teriak
wanita itu sambil memandang kejauhan dan menunjuk orang-orang yang lewat.
Orang-orang yang lewat hanya bisa nyengir dan bingung apa maksud gadis itu. Berjam-jam hingga gelap
tiba, matahari kembali ke tempat peraduannya. Tetap saja wanita berbicara sendiri dan tidak ada yang
menemaninya.
Tiba-tiba wanita itu terjatuh di trotoar yang sepi dari
pejalan kaki. Sepertinya dia kelelahan, karena
seharian tidak ada makan dan minum. Dia frustasi berat, karena beban hidupnya.
Hingga dia lupa waktu keseharian yang sering dia lakukan. Semuanya menjadi
berubah setelah dia kehilangan harapan dari sejuta mimpi, dan khayalan dia
untuk menjadi seorang dokter.
Wanita itu bernama Susi, sudah lama ia ingin menjadi dokter.
Sejak Sekolah Menengah Pertama, Susi sudah belajar dengan sungguh-sungguh.
Semua materi tentang kesehatan ia pelajari. Tidak ada keluh dan rasa bosan
untuk belajar.
Akan tetapi semua itu berubah, hancur, jatuh dan remuk
setelah Susi gagal dan tidak lulus ujian nasional Sekolah Menengah Atas.
Padahal prestasi Susi sangat baik dan sering mengikuti olimpiade sains mewakili
sekolah dan kabupaten bahkan sempat ke nasional. Semua terasa indah didalam
hidup Susi sebelum hasil ujian nasional di umumkan.
Masalah yang merenggut
senyum dan semangat Susi, hadir ketika Susi akan mengikuti
ujian nasional, Susi lagi tidak enak badan serta lagi datang bulan. Hal itu
membuat Susi tidak nyaman dan tidak fokus ketika akan menghadapi ujian
nasional. Sungguh itu di luar dugaan dan harapan Susi, keluarga, teman dan
gurunya Susi. Ia tidak lulus Ujian Nasional.
Sekolah tiga tahun, hujan, panas , dan lelah di lalui dengan
penuh semangat, namun setelah itu untuk lulus hanya ditentukan oleh ujian
nasional yang hanya berlangsung selama empat hari. Namun mimpi manis akan
tertunda karena ujian nasional jika gagal didapatkan nilai yang diharapkan.
Sungguh kasihan nasib Susi yang hanya bisa menangis dan
sulit untuk mengulang kisah indah selama tiga tahun itu. Cerita dan usaha
terhapus begitu saja, tidak ada yang membekas.
Susi seakan-akan telah tiada bernafas lagi, hanya tinggal
jasad tanpa semangat yang kuat dan nyata. Semua yang indah tiba-tiba kusam di
mata Susi, tidak enak, pahit itu yang Susi rasakan. Senyum manis nan cerdas itu
tidak tampak lagi, entah kemana ia tidak tahu jawabannya. Seandainya ia
berhasil Ujian Nasional pasti tidak akan menjadi seperti orang stres dan tidak berjiwa hidup.
Aneh, sangat aneh tingkahlakunya, membuat susah orang yang
berada disekitarnya. Kasihan Susi, hidup tapi mati.
“Siapa aku ini, Siapa aku ini?” kata susi
sambil terduduk di trotoar.
Lampu-lampu kendaraan yang lalu
lalang menyinari wajah susi. Sungguh kumal dan tidak tampak rapi. Padahal susi
memiliki paras wajah cantik dan tipikal gadis yang aktif.
Seorang pria yang sedang berjalan
kaki, sepertinya dia seorang mahasiswa, baru pulang dari kampusnya, menggendong
tas ransel warna hitam, pakaiannya rapi.Pria itu melihat susi dan menyeberang
menghampiri.
“Maaf Mbak, kalau boleh tahu,
mengapa Mbak disini?” Tanya pria itu.
“Siapa kamu?, mengapa mau mendaki
aku yang bau busuk ini.” Kata susi dengan muka masam.
Pria itu dengan santai mengulurkan
tangannya kepada susi, serta memperkenalkan namanya.
“Perkenalkan, namaku Adi.” Pria itu
mulai memperkenalkan namanya.
Susi tidak menerima jabat tangan
dari Adi, bahkan Susi dengan angkuh dan sombong menepiska tangan Adi. Adi yang
telah memperkenalkan namanya, tetap tersenyum, Tidak merasa tersinggung atas
apa yang telah dilakukan susi, dan sikap susi yang kurang peduli. Padahal Adi
sudah dengan sopan memperkenalkan diri.
“Hmm maaf ya Mbak, Adi hanya ingin
berkenalan dan kalau boleh Adi pengen jadi temanmu.
Susi hanya terdiam dengan pandangan
kosong. Seperti hanya sendirian dan tidak peduli dengan Adi yang ada di
sampingnya. Walaupun sikap Susi seperti itu, Adi tetap sabar dan tersenyum
dengan tulus ingin membantu Susi.
Berselang lima menit, Susi jatuh
pinsan dan tidak sadarkan diri di pangkuan Adi. Spontan di situ Adi merasa
kaget. Sempat bingung harus ngapain. Adi melihat orang lewat dan ingin meminta
bantuan.Beruntung ada bis mini yang lewat. Segera Adi memberhentikan bi situ,
dan minta bantuan kepada supir untuk mengantarkan Susi ke rumah sakit.
Pelan-pelan Adi mengangkat dan memasukkan Susi kedalam Bi situ. Berdebar
kencang jantung Adi, melihat Susi yang belum memperkenalkan namanya itu.
“Mbak, bangun mbak, kamu kenapa?.
Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa sama kamu.” Doa yang di ucapkan Adi sembari
melihat kondisi Susi.
“Siapa ya nama Gadis ini, tadi di
Tanya baik-baik malah marah-marah, bingung aku jadinya. Pak supir lebih cepat ya, cari rumah sakit
yang ada di sekitar sini.
Setelah sepuluh menit bis berjalan,
akhirnya sampai juga di rumah sakit.
“Maaf pak supir, bisa bantu saya
bawain gadis ini?.” Pinta Adi kepada supir bis.
“Iya dek, ayo segera kita bawa dia
ke dalam rumah sakit itu.” Jawab pak supir.
Segera mereka berdua membawa Susi
masuk kedalam rumah sakit.
*****
Susi terbaring lemas didalam ruang
rawat. Belum sadarkan diri. Selang infus tertempel di urat nadinya. Oksigen
bantuan juga menempel di hidung Susi. Seorang dokter dan dua suster berada di
dalam ruang itu. Mengecek keadaan Susi. Melihat apa yang terjadi sama susi.
Diluar ruang, di depan pintu. Adi
melihat dari balik kaca pintu itu. Berkata dalam hati. Dan berdoa semoga Gadis
yang belum dia kenal namanya, yang lagi terbaring itu, tidak terjadi apa-apa.
Setelah tiga puluh menit dokter
memriksa keadaan susi. Dokter itu keluar. Adi segera menghampiri dokter
itu.
“Dok, bagaimana keadaan gadis itu?”
Tanya Adi.
“Dia tidak apa-apa Dek, cuman
kelelahan.” Jawab si Dokter.
“Adek siapanya gadis itu, Pacarnya
atau suaminya?” Tanya dokter itu.
“Saya temannya Dok,” jawab Adi.
“Jaga dia Baik-baik dek, kondisinya
masih labil, dia harus di off name.” Tutur Dokter kepada Adi.
“Iya Pak, terima kasih .” Jawab Adi
sembari berjalan menuju ke tempat Susi yang lagi terbaring.
Adi
duduk di
samping Susi yang belum bangun dari pinsan. Dengan sabar Adi menunggu Susi. Adi
belum tahu alamat Susi dan bingung mau menghubungi keluarganya. Mau langsung
pulang kasihan sama Susi. Adi teringat dengan janji
bersama temannya akan mengadakan diskusi besok pagi.
Adi ketiduran di tempat duduk dimana menjaga Susi. Setelah
Adzan subuh Susi terbangun dan terkejut. Susi bingung dimana dia berada. Susi
juga heran dan teringat dengan laki-laki yang sempat berbincang-bincang dengan
dia ketika di jalan. Tangan Susi ketika di pegang oleh Adi yang masih
ketiduran.
“Baik sekali pria ini, rela dan ikhlas mau menemani aku
disini. Sungguh aku merasa bersalah karena sudah tidak memperdulikan dia” kata
Susi yang masih terbaring lemas, dan mengungkapkan rasa kagum terhadap pria
yang telah ikhlas menjaga dia di rumah sakit. Padahal mereka belum saling kenal
dan tidak ada hubungan apapun.
“O iya aku beru ingat. Kalau tidak salah nama pria ini Adi.”
Hati Susi mulai terpesona dan sekarang ingin mengenal Adi. Karena sikap dan
akhlaknya yang baik.
Tidak lama kemudian, Adi terkejut dan terbangun. Langsung
melihat ke arah Susi dan merasa kaget karena telah memegang tangannya.
“Aduh embak, maaf ya saya telah lancang memegang tangan
embak. Malam tadi aku ngantuk berat dan langsung ketiduran” Tutur Adi yang
jujur.
Namun Susi masih saja bergaya seakan-akan tidak mau kenal.
Susi tetap saja bersikap dingin kepada Adi.
“Apa si kamu, pegang-pegang tanganku sembarangan. Cari
kesempatan dalam kesempitan ya?”. Tanya Susi sambil marah.
Seharusnya Adi marah dan tidak senang dengan sikap Susi yang
demikian. Sudah di tolong dan buang waktunya Adi. Namun sebaliknya, Adi tetap
saja seperti dari awal murah tersenyum dan tidak marah.
“Maaf embak, kalau saya telah membuat embak kayak gini,
kalaulah embak tidak suka tolong maafkan saya. Dengan segera saya akan pergi”.
Pinta Adi dengan hormat.
Mendengar perkataan Adi. Susi menjadi malu-malu dan meminta
maaf. Memang benar Adi telah membantu malah dia tidak mengucapkan terima kasih
kepada Adi. Adi pun berdiri dan ingin pergi meninggalkan ruangan itu.
“Eh Adi, jangan tinggalkan Susi”. Pinta Susi dengan menahan
Adi yang akan beranjak pergi.
“Lho embak Susi tahu nama Saya?, hmm kok embak melarang saya
pergi?” Tanya Adi.
“Iya .. Adi ini bagaimana si, kemarenkan kamu sudah
memperkenalkan namamu. Maaf tadi saya tidak marah, itu hanya bercanda kok.
Jangan tinggalkan aku disini ya? Susi takut sendirian di sini.” Penjelasan
Susi.
“Oo embak masih ingat to. Kirain Wes Lali karo aku .
Hmm saya kira tadi marah bener. Iya,
kalau sudah dapat izin dari embak. Adi bakalan nemani embak disini sampai
dokter ngizinin pulang.
“Jangan panggil embak ya, tadikan saya sudah sebutin nama
saya sama kamu.” Susi meminta.
“O nama kamu Susi. Nama yang cantik. Seperti orang yang
punya nama”. Canda Adi.
Mulai pagi itu, Adi dan Susi saling berkenalan. Susi merasa
nyaman ketika bersama Adi. Apa yang mereka bicarakan sangat nyambung dan saling
mengerti. Susi berbagi cerita tentang kehidupannya dan memperkenalkan
keluarganya. Begitu juga dengan Adi memperkenalkan tentang keluarga dan tempat
asalnya.
*****
Setelah sembuhan dari sakitnya, Susi diantar pulang oleh
Adi. Adi dengan sabar dan ikhlas melakukan itu. Rela meninggalkan kuliahnya.
Semua itu dilakukan semata-mata berharap ridho Allah SWT. Sungguh mulia hati
Adi.
“Susi kita pulang hari ini, semua administrasi sudah
selesai” kata Adi.
“Iya, terima kasih Adi. Maaf sudah buat kamu repot. Dan
sudah buang waktu mu”. Pinta terima kasih dan maaf dari Susi.
“Iya tidak apa-apa kok, santai aja. Malahan Adi senang bisa
bantu kamu.”
“Serius gak apa-apa ni?” Susi bertanya lagi.
“Iya serius, dua rius malah. Hehe” Adi tersenyum.
“Iya deh kalau gitu”, jawab Susi sambil tersenyum.
Adi dan Susi chek out dari rumah sakit. Adi mengantarkan
Susi menuju rumahnya. Menaiki bis mini membutuhkan waktu satu jam lebih.
Orang tua Susi di rumah sangat khawatir karena dari kemaren
tidak ada kabar dari Susi. Keluarga Susi bertanya kepada tetangga, namun
tetangga tidak tahu. Bertanya kepada teman dekat Susi, mereka juga tidak tahu
tentang Susi. Karena Susi pergi tidak membawa handphone.
Sampai juga Adi di rumah Susi. Langsung membawa masuk ke
rumahnya. Dan bersalaman kepada orang tua Susi.
“Assalamualaikum Pak?” Ucap salam dari Adi.
“Wa’alaikumsalam Nak, Eh.... Susi, dari mana kamu nak?”
Tanya Orang Tua Susi.
“Maaf Bu, saya telah lancang membawa Anak ibu”. Ucap maaf
dari Adi.
“Dari mana kalian ?” Tambah Orang Tua Susi yang masih
bertanya-tanya.
“Saya teman Susi bu, Saya kemaren kenal dia di trotoar. Dan
dia pinsan karena kelelahan dan Saya bawa
Susi ke rumah sakit bu, saya mau menghubungi ibu di rumah tapi saya
tidak punya nomor rumah.” Penjelasan Adi kepada orang tua Susi.
“O begitu ya Nak, Sungguh Saya khawatir banget. Terima kasih
ya Nak atas bantuannya. Saya tidak marah kok Nak.” Ucap terima kasih Ibunya
Susi.
Mulai hari itu, keluarga Susi mulai
mengenal Adi. Orang Tua Susi sering menyuruh Adi datang kerumahnya. Adi diminta
untuk mengajarkan ilmu-ilmu agama. Adi menerima dan senang hati membantu Susi.
Senyum Susi hari ke hari semakin
tampak cerah, semangatnya mulai kembali, Susi merasa nyaman bersama Adi. Mereka
berdua menjadi sahabat yang baik, selalu menghasilkan senyum, bersama rasa aman
dan nyaman yang Adi berikan kepada Susi.
0 Komentar