Ekspedisi ke Batu
Layang
Oleh: Sukardi
Jumat , 2 Januari 2015
Mendengar tempat yang
bernama Batu Layang sudah sering, sejak kecil memiliki keinginan untuk ke
tempat tersebut.
Makam Batu Layang,
ialah makan kesultanan Pontianak. Saya baru bisa datang langsung ke batu layang
pada hari ini, Jumat 2 Januari 2015, bersama Nur Ummi Mufidah. Ke makam batu layang, ialah salah satu
mimpiku. Alhamdulillah tercapai.
Setelah sholat jumat di
kampus IAIN Pontianak, kami menuju ke dermaga penyebrangan (pelampung) di
alun-alun kapuas. Merogoh kantong, dengan 6 ribu rupiah, berboncengan, kami
bisa menyebrang, dan langsung nyampek ke siantan. Perjalanan sekitar 15 menit,
tidak jauh dari tugu khatulistiwa, saya dan bersama seorang wanita yang akrab
disapa Ummi, sampai di gerbang Makam kesultanan Pontianak, batu layang.
Ketika masuk, saya
melihat bangunan seperti masjid dan di sekelilingnya banyak makam. Dan memang
ini pemakaman, hari libur banyak pengunjung yang datang. Sama seperti
kesultanan pontianak, yang berada di Tanjung Raya 1, ornamen di makam ini di
dominasi dengan warna kuning. Kesan sejarah masih sangat kental terasa.
Saya dan Ummi langsung
menuju batu besar, yang terletak di tepi sungai. Mengambil gambar dengan
berbagai gaya lucu. Karena sudah menjadi kebiasaan kami, setiap jalan, pasti
menyempatkan merekamnya dengan cahaya, alias foto. Setelah kami turun dari batu
besar tersebut, datang rombongan keluarga yang sedang liburan juga. Mereka
berasal dari putussibau, diketahui dari percakapan sekilas Ummi dan pengunjung
tersebut. Ummi juga berasal dari putussibau, dan sudah berdomisili di kota
pontianak terhitung hingga sekarang,
sudah 5 tahun.
Setelah dari bongkahan
batuan, saya bertemu dengan anak-anak yang sedang bermain, permainan
tradisional, yang melukis gambar khusus
di tanah, permainan yang disebut?
Seorang anak laki-laki
menghampiri, ”Bang, bagi uang seribu lah”. Ucapan itu dikatakan berulang-ulang,
dengan mimik wajah polos. Saya jadi senyum-senyum. Si Ummi pun menahan tawa,
melihat keluguan anak tersebut. Sebenarnya saya tidak tega, dan ingin
memberikan uang. Akan tetapi, saya tidak sedang memiliki uang pecahan seribuan.
Datang lagi anak yang lain, sama yang dilontarkan, meminta uang seribuan. Kali
ini di tambah dengan doa-doa yang baik, misal: semoga sehat dan panjang umur.
Sepertinya mereka sudah mahir dan hapal betul dengan kata-kata tersebut, dan
meminta uang jajan kepada para pengunjung. Saya tetap tersebut dan mengobrol
dengan anak-anak lucu itu.
Kemudian kami menuju
dermaga, terdapat warung makanan, minuman. Suasananya asri, bisa menikmati
pemandangan sungai dan laut secara langsung, angin yang sejuk juga mendukung.
Saya memesan semangkok mie rebus dan sebotol air bersoda. Ummi juga ada membawa
makanan, nasi dengan lauk ikan dan telur mata sapi. Sungguh suasana makan yang
seru. Perut kenyang, hati senang.
“Bang, seribu bang”
kalimat itu datang lagi. Dan kali ini ternyata biaya parkir.
“Bang, seribu bang.
Bagilah bang, seribu jak bang”. Kali ini sama seperti yang pertama tadi. Dan di
saku saya ada uang dua ribuan. Saya
berikan ke anak tersebut. Kami pun melanjutkan perjalanan pulang.
Perjalanan yang sangat
asyik. Ekspedisi ke Makam Kesultanan di Batu Layang. Semoga bisa berkunjung
lagi.
Sejarah Pemakaman
Kesultanan Kadriah Pontianak, Batu Layang.
Gapura Pintu Masuk Makam Kesultanan Pontianak
|
Pontianak adalah kota yang terkenal dengan sebutan kota
katulistiwa. Kota multi etnis dengan penduduk asli yang beragam yaitu suku Dayak,
Melayu dan Tionghoa. Kota Pontianak saat ini ramai dikunjungi wisatawan dan
pedagang, dilihat dari disediakannya 5x penerbangan untuk rute
penerbangan dari Jakarta ke Pontianak. Sejarah kota Pontianak berawal dari jasa
seorang wali Allah yang bernama, Syarif Abdurrahman Alkadrie. Syarif
Abdurrahman Alkadrie adalah waliyuallah yang membuka kota Pontianak dan
menjadikan Pontianak sebagai kota pelabuhan dan perdagangan.
14 Rajab 1185 H atau 23 Oktober 1771, Syarif Abdurrahman
Alkadrie membuka pertama kota Pontianak. Rombongan waliyuallah Pontianak,
Syarif Abdurrahman Alkadrie membuka hutan di persimpangan tiga sungai yaitu
Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Kapuas. Syarif Abdurrahman
Alkadrie kemudian mendirikan balai dan rumah sebagai tempat tinggal dan tempat
tersebut diberi nama Pontianak. Pada Bulan Syaban di tahun 1185 H, tahun yang
sama dengan dibukanya kota Pontianak, Syarif Abdurrahman Alkadrie,
dinobatkan sebagai Sultan pertama Kerajaan Pontianak.
Makam Sultan Kadriyah pertama, Syarif Abdurrahman Alkadrie
|
Pentingnya peran Syarif Abdurrahman Alkadrie di kota
Pontianak ini, membuat penulis merasa wajib untuk mengunjungi makam Beliau di
kawasan Batu Layang yang letaknya berdekatan dengan tugu katulistiwa (15 menit
berkendaraan). Bangunan megah yang berada di kawasan Batu Layang adalah
kompleks pemakan sultan dan keluarganya dari kesultanan Kadriah. Terdapat makam
dari Sultan Kadriah pertama yaitu, Syarif Abdurrahman Alkadrie, pembuka kota
Pontianak hingga sultan terakhir Sultan Hamid II Alkadrie, perancang lambang
negara Indonesia (Garuda Pancasila).
Sejarah Batu Layang, daerah tempat makam raja atau sultan
Pontianak berkaitan erat dengan pembuka kota Pontianak, Syarif Abdurrahman
Alkadrie. Kawasan Batu Layang ditemukan oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie
dalam perjalanan membuka Kota Pontianak. Syarif Abdurrahman Alkadrie
hijrah dari Kerajaan Mempawah beserta saudara-saudaranya untuk mencari tempat
bermukim yang baru.
Makam pembuka kota Pontianak, Syarif Abdurrahman Alkadrie
|
Berangkat pada pukul 14.00, Jumat, 9 Rajab tahun 1185H atau 1771M,
setelah sembahyang Jumat dengan dua kapal besar dan 14 kapal kecil beserta awak
kapal lengkap dengan peralatan tidur, makanan dan minuman untuk dua bulan serta
lengkap dengan senjata dan meriam. Awak kapal cukup banyak terdiri dari
pengikut setia dan orang-orang Benggali yang berasal dari kapal-kapal Perancis
yang dikalahkan Syarif Abdurrahman Alkadrie.
Setelah empat hari perjalanan sampailah rombongan Syarif Abdurrahman
Alkadrie ke sebuah pulau kecil yang dinamai Batu Layang yang terletak 15 km
dari muara Sungai Kapuas atau 5 km dari kota Pontianak. Tempat inilah yang
kemudian menjadi tempat pemakaman resmi keluarga Kesultanan Kadriah hinga
sekarang.
Source : www.kesultanankadriah.blogspot.com/
0 Komentar