sukarditb.com

20/SASTRA/ticker-posts

Ekspedisi ke Batu Layang

Ekspedisi ke Batu Layang

Oleh: Sukardi
Jumat , 2 Januari 2015

Mendengar tempat yang bernama Batu Layang sudah sering, sejak kecil memiliki keinginan untuk ke tempat tersebut.

Makam Batu Layang, ialah makan kesultanan Pontianak. Saya baru bisa datang langsung ke batu layang pada hari ini, Jumat 2 Januari 2015, bersama Nur Ummi Mufidah.  Ke makam batu layang, ialah salah satu mimpiku. Alhamdulillah tercapai.


Setelah sholat jumat di kampus IAIN Pontianak, kami menuju ke dermaga penyebrangan (pelampung) di alun-alun kapuas. Merogoh kantong, dengan 6 ribu rupiah, berboncengan, kami bisa menyebrang, dan langsung nyampek ke siantan. Perjalanan sekitar 15 menit, tidak jauh dari tugu khatulistiwa, saya dan bersama seorang wanita yang akrab disapa Ummi, sampai di gerbang Makam kesultanan Pontianak, batu layang.

Ketika masuk, saya melihat bangunan seperti masjid dan di sekelilingnya banyak makam. Dan memang ini pemakaman, hari libur banyak pengunjung yang datang. Sama seperti kesultanan pontianak, yang berada di Tanjung Raya 1, ornamen di makam ini di dominasi dengan warna kuning. Kesan sejarah masih sangat kental terasa.

Saya dan Ummi langsung menuju batu besar, yang terletak di tepi sungai. Mengambil gambar dengan berbagai gaya lucu. Karena sudah menjadi kebiasaan kami, setiap jalan, pasti menyempatkan merekamnya dengan cahaya, alias foto. Setelah kami turun dari batu besar tersebut, datang rombongan keluarga yang sedang liburan juga. Mereka berasal dari putussibau, diketahui dari percakapan sekilas Ummi dan pengunjung tersebut. Ummi juga berasal dari putussibau, dan sudah berdomisili di kota pontianak terhitung  hingga sekarang, sudah 5 tahun.

Setelah dari bongkahan batuan, saya bertemu dengan anak-anak yang sedang bermain, permainan tradisional, yang melukis  gambar khusus di tanah, permainan yang disebut?
Seorang anak laki-laki menghampiri, ”Bang, bagi uang seribu lah”. Ucapan itu dikatakan berulang-ulang, dengan mimik wajah polos. Saya jadi senyum-senyum. Si Ummi pun menahan tawa, melihat keluguan anak tersebut. Sebenarnya saya tidak tega, dan ingin memberikan uang. Akan tetapi, saya tidak sedang memiliki uang pecahan seribuan. Datang lagi anak yang lain, sama yang dilontarkan, meminta uang seribuan. Kali ini di tambah dengan doa-doa yang baik, misal: semoga sehat dan panjang umur. Sepertinya mereka sudah mahir dan hapal betul dengan kata-kata tersebut, dan meminta uang jajan kepada para pengunjung. Saya tetap tersebut dan mengobrol dengan anak-anak lucu itu.

Kemudian kami menuju dermaga, terdapat warung makanan, minuman. Suasananya asri, bisa menikmati pemandangan sungai dan laut secara langsung, angin yang sejuk juga mendukung. Saya memesan semangkok mie rebus dan sebotol air bersoda. Ummi juga ada membawa makanan, nasi dengan lauk ikan dan telur mata sapi. Sungguh suasana makan yang seru. Perut kenyang, hati senang.
“Bang, seribu bang” kalimat itu datang lagi. Dan kali ini ternyata biaya parkir.
“Bang, seribu bang. Bagilah bang, seribu jak bang”. Kali ini sama seperti yang pertama tadi. Dan di saku saya ada uang dua ribuan.  Saya berikan ke anak tersebut. Kami pun melanjutkan perjalanan pulang.
Perjalanan yang sangat asyik. Ekspedisi ke Makam Kesultanan di Batu Layang. Semoga bisa berkunjung lagi.

Sejarah Pemakaman Kesultanan Kadriah Pontianak, Batu Layang.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiF-mgtQNpV4x94UWXA386CIVLJv79OUcSvcufc5PXeNcXYiDNbFuvTfJTWOJg-7sWt1j66VixYF63UuZcXmpoz1mJEL32Jwwv29VsHPq5n_NSpSfDasn9quz-2mRVV92bbYuzwdBiOoYY/
Gapura Pintu Masuk Makam Kesultanan Pontianak

Pontianak adalah kota yang terkenal dengan sebutan kota katulistiwa. Kota multi etnis dengan penduduk asli yang beragam yaitu suku Dayak, Melayu dan Tionghoa. Kota Pontianak saat ini ramai dikunjungi wisatawan dan pedagang, dilihat dari  disediakannya 5x penerbangan untuk rute penerbangan dari Jakarta ke Pontianak. Sejarah kota Pontianak berawal dari jasa seorang wali Allah yang bernama, Syarif Abdurrahman Alkadrie.  Syarif Abdurrahman Alkadrie adalah waliyuallah yang membuka kota Pontianak dan menjadikan Pontianak sebagai  kota pelabuhan dan perdagangan. 

14 Rajab 1185 H atau 23 Oktober 1771, Syarif Abdurrahman Alkadrie membuka pertama kota Pontianak. Rombongan waliyuallah Pontianak, Syarif Abdurrahman Alkadrie membuka hutan di persimpangan tiga sungai yaitu Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Kapuas. Syarif Abdurrahman Alkadrie kemudian mendirikan balai dan rumah sebagai tempat tinggal dan tempat tersebut diberi nama Pontianak. Pada Bulan Syaban di tahun 1185 H, tahun yang sama dengan dibukanya kota Pontianak, Syarif Abdurrahman Alkadrie, dinobatkan sebagai Sultan pertama Kerajaan Pontianak.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWzHTIiFYyqx7szpPCYCmV-INV0ldQpBSoAKjBSp6PF0Q-jMTwVmLhSFPnnqqoUrTcrx0V06Y0f_UJtt2iyneb0bSTB7RWKFYL7z8-KaIX6w03WV2zXAKhOfUySnbFmIpaXXG_c9Bh8vc/
Makam Sultan Kadriyah pertama, Syarif Abdurrahman Alkadrie

Pentingnya peran Syarif Abdurrahman Alkadrie di kota Pontianak ini, membuat penulis merasa wajib untuk mengunjungi makam Beliau di kawasan Batu Layang yang letaknya berdekatan dengan tugu katulistiwa (15 menit berkendaraan). Bangunan megah yang berada di kawasan Batu Layang adalah kompleks pemakan sultan dan keluarganya dari kesultanan Kadriah. Terdapat makam dari Sultan Kadriah pertama yaitu, Syarif Abdurrahman Alkadrie, pembuka kota Pontianak hingga sultan terakhir Sultan Hamid II Alkadrie, perancang lambang negara Indonesia (Garuda Pancasila). 

Sejarah Batu Layang, daerah tempat makam raja atau sultan Pontianak berkaitan erat dengan pembuka kota Pontianak, Syarif Abdurrahman Alkadrie. Kawasan Batu Layang ditemukan oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie dalam perjalanan membuka  Kota Pontianak. Syarif Abdurrahman Alkadrie hijrah dari Kerajaan Mempawah beserta saudara-saudaranya untuk mencari tempat bermukim yang baru. 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJ8GWDZyhSS73t3psm_Ip3BvX5Bgi5OQ3QeC5QpYNdiVcwWa05eLHw1Nmh_pJNE8X7vn0PFslhoFh6VHRhg_kQf-fa1lcfHtrKnndKpbyC4P8wrKMiSrzEyfcg80PNExyxDdC8RjRdGsI/
Makam pembuka kota Pontianak, Syarif Abdurrahman Alkadrie

Berangkat pada pukul 14.00, Jumat, 9 Rajab tahun 1185H atau 1771M, setelah sembahyang Jumat dengan dua kapal besar dan 14 kapal kecil beserta awak kapal lengkap dengan peralatan tidur, makanan dan minuman untuk dua bulan serta lengkap dengan senjata dan meriam. Awak kapal cukup banyak terdiri dari pengikut setia dan orang-orang Benggali yang berasal dari kapal-kapal Perancis yang dikalahkan Syarif Abdurrahman Alkadrie.

Setelah empat hari perjalanan sampailah rombongan Syarif Abdurrahman Alkadrie ke sebuah pulau kecil yang dinamai Batu Layang yang terletak 15 km dari muara Sungai Kapuas atau 5 km dari kota Pontianak. Tempat inilah yang kemudian menjadi tempat pemakaman resmi keluarga Kesultanan Kadriah hinga sekarang.


Source : www.kesultanankadriah.blogspot.com/



Posting Komentar

0 Komentar