Wanita di atas adalah anak perempuan pertama yang dilahirkan dari orang-orang terpilih, Ahmad Rofiq dan Siti Hajar. Dua puluh tiga tahun yang lalu pada tanggal 13 Desember 1995 tepatnya di Putussibau aku dilahirkan dengan sambutan senja yang indah dengan nama Nur Ummi Mufidah. Delapan tahun kemudian aku mempunyai saudara perempuan, Isna Aufa Ulfiyah yang saat ini masih duduk di bangku sekolah kelas X. Pendidikan pertamaku adalah TK Darussalam dilanjutkan ke MIN Putussibau, MTsN 1 Pontianak dan MAN 2 Pontianak.
Hidup dalam keluarga yang serba dicukupkan memaksaku untuk menjadi seorang wanita yang kuat. Jiwa kerja keras yang sudah aku rasakan dari masa Sekolah Dasar menjadi modal untuk hidup di masyarakat. Sejak kecil aku sudah belajar mandiri. Mencari uang dengan berjualan kaleng bekas yang aku daur ulang menjadi meriam. Membantu emak menjual roti, sembako sampai rendang jengkol.
2009 kami sekeluarga pindah ke Pontianak. Setelah lulus dari MAN 2 Pontianak, aku melanjutkan pekerjaan di salon kecantikan hingga waktu masuk kuliah tiba. Pekerjaanku belum berhenti, sejak kuliah aku mengajar les private, mengajar ngaji, mengajar sekolah dan membuka bisnis rias pengantin. Karena masa lalu yang tidak mudah, maka aku berusaha untuk tidak membuat semuanya sia-sia. Aku berjuang kuliah di IAIN Pontianak dengan lama masa kuliah sekitar 3 tahun 8 bulan dengan meraih IPK 3.76 cukup membuat kedua orang tuaku bangga.
Setelah lulus kuliah pada tahun 2017 aku mencoba mendaftarkan diri untuk menjadi ASN Kemenag pada tahun 2018. Setelah melakukan musyawarah keluarga, kami memutuskan untuk memilih formasi guru Sejarah Kebudayaan Islam.
Semua berkas telah selesai, tinggal menunggu pengumuman kelulusan berkas. Beberapa minggu kemudian, tibalah masa pengumuman dengan namaku ada di sana, alhamdulillah. Perjuangan aku lanjutkan dengan mengikuti tes CAT atau tes komputer. Warna putih-hitam memenuhi halaman kantor BPSDM pada pagi hari. Seluruh peserta diberikan arahan dan aturan sebelum melaksanakan tes CAT. Sampailah aku di depan sebuah komputer dalam ruangan ber-AC. Sebelum mengerjakan soal, aku membaca doa ajaran ayahku yang selalu aku baca saat akan menghadapi ujian.
Aku berdoa dengan sungguh-sungguh, entah mengapa kali ini air mataku memaksa untuk menetes. Teringat wajah emak yang tadi pagi kucium tangannya dan kupinta doanya. Tak mau berlama dalam kesedihan, akupun menyadarkan diri. Satu persatu pertanyaan aku jawab dengan yakin. Tinggal delapan detik lagi, aku sudah selesai mengerjakan.
Beberapa saat kemudian muncullah nilai hasil tes CAT. Harapan semua peserta hasil yang diperoleh minimal TKP:143, TIU:80 dan TWK:75. Dan hasil nilaiku saat itu adalah TKP:142 , TIU:90 dan TWK:115 artinya aku gugur pada hasil TKP yang hanya tinggal satu point. Setelah itu semuanya aku pasrahkan pada Allah. Hal yang tak kusangka terjadi, beberapa bulan kemudian pusat memutuskan untuk mengambil sistem rangking karena dalam formasiku tidak ada yang berhasil mencapai target. Akupun masuk dan menduduki peringkat satu. Tes kedua yaitu wawancara, psikotes dan praktek kerja. semua aku lalui dengan sungguh-sungguh.
Tiba saat yang paling ditunggu yaitu pengumuman. Aku dibangunkan dengan dering HP, dengan sigap kubuka whatsapp dan melihat surat yang telah diedarkan sekitar 18 ribu lembar lebih. Kucari namaku dan kutunggu, saat itu juga aku dinyatakan lulus! Akupun berlari dan kubisikkan ayahku yang sedang lelap “pak, kakak lulus” ia pun sadar dan berucap “alhamdulillaaah nak!” sambal menciumiku berkali-kali.
Sampailah malam ini, di Kamar Padi nomor 02B aku menuliskan cerita singkat pengalamanku. Aku mewakili tempat kerjaku saat ini di MAN 1 Sintang dan hidup bersama suami yang baru menikahiku empat bulan lalu Sukardi, S.Sos. Seorang yang saat ini berjuang untuk membahagiakan istrinya selalu. Kemarin, tanggal 5 Oktober adalah ulang tahunnya, pada hari itu aku melaksanakan tugas latihan dasar di Anjungan dan melakukan kegiatan Caraka malam. Suatu kegiatan luar biasa tentang bela negara.
Kami dibagi menjadi delapan kelompok. Tugasnya sangat mudah, kami diberikan amanah dan rahasia, serta harus menyampaikannya pada pos terakhir. Dari keberangkatan hingga pos kedua kami berjalan menyusuri hutan secara berkelompok. Menuju pos ketiga kami dipisahkan dan harus berjalan dua orang, dua orang. Suasana lembab, gelap dan medan yang sulit membuat kami harus berhati-hati dalam melangkah. Saat itu aku bersama Pak Munandar. Badannya yang cukup besar membuatku sulit melihat ke depan. Namun kami diminta untuk saling bekerja sama dan memberikan kepercayaan pada orang yang ada di depan. Akupun melangkah perlahan melihat sepatu Munandar.
Saat perjalanan terakhir menuju pos akhir, kami berjalan menyusuri tali pembatas jalan, dengan jalan setapak dan jurang di sebelah kiri. Namun sampai ke ujung, kami tidak menemukan jalan. Akhirnya Munandar berteriak “pak, ini ke mana lagi?” suasana sangat gelap dan tidak ada orang. Tiba-tiba terdengar tepukan tangan dan suara “lompat!” akupun terkejut “hah? Lompat Pak.” Kataku pada Munandar. Munandar melihat ke bawah dan menurunkan sebelah kakinya untuk turun ke bawah. Dari belakang tiba-tiba terdengar suara “hey. Di sini jalannya.” Pak Munandar yang hampir terjun ke bawah berhasil kuhentikan “Pak, pak salah Pak.” Ia pun kaget dan segera menaikkan kakinya.
Ternyata kami salah, seharusnya jalan yang kami tempuh menuju ke kiri, bukan menyusuri tali sampai ujung jalan. Orang yang memberikan tepukan dan berkata lompat tadi adalah anggota kelompok kami yang bernama Ahmad. Ahmad bermaksud memberi tahu kami untuk melompati batang pohon dan berbelok ke kiri, tetapi ia tak tahu jika kami sudah berada di depan jurang. Kami bersyukur kami selamat sampai pada pos terakhir dengan utuh dan menyampaikan pesan rahasia pada tempat yang benar. Terima kasih ya Allah, orang tua, suami tercinta dan teman-teman. Semoga kita semua mampu bekerja menjadi ASN yang baik, amanah dan selalu jujur dalam melaksanakan tugas negara. Amiiin.
Anjungan, 6 Oktober 2019
0 Komentar