sukarditb.com

20/SASTRA/ticker-posts

71 Tahun HMI, Mentalitas Kader HMI Harus Ditata Ulang



Pohon Rindang- Tulisan ini kiranya hanyalah ungkapan sederhana yang ingin penulis sampaikan dalam rangka memperingati milad HMI yang ke-71 sejak kelahirannya tanggal 5 Februari 1947 yang diprakarsai oleh Prof. Lafran Pane. Angka 71 tentu bukanlah angka yang kecil, artinya fluktuasi dinamika hingga puluhan tahun menjadi pengalaman tersendiri dalam eksistensiannya menghadapi lika-liku perjalanan organisasi ini. Terangnya, semakin tua usia suatu organisasi semakin matang dan mantap pula kesiapan untuk menghadapi tantangan dan problematika yang semakin kompleks dewasa ini.




Terasa sangatlah kurang rasanya jika momen ini hanyalah digunakan sebagai formalitas kegiatan dan seremonial belaka. Menurut hemat penulis, milad ini haruslah menjadi momentum sakral, yakni sebagai momentum untuk refleksi bersama, berfikir sejenak memahami realitas faktual yang hinggap di tubuh HMI saat ini dengan tetap berekspektasi adanya kebangkitan dan perubahan signifikan dari organisasi ini. Refleksi ini adalah manifestasi rasa cinta kasih kepada organisasi yang turut andil dalam perjalanan hidup penulis yang kebetulan masih aktif menempa diri di HMI sebagai sikap optimis untuk turut menuangkan gagasan dalam membenahi organisasi ini secara bersama-sama. Refleksi ini haruslah dijadikan sebagai acuan untuk menenggelamkan dan mengubur segala bentuk keterbelakangan dan kemunduran HMI yang hinggap saat ini menuju kemajuan dan kejayaan dalam menyongsong kehidupan yang lebih beradab dan bernilai.

Dalam konteks kehidupan yang bernilai, penulis melakukan pemilahan menjadi dua: Pertama, bernilai secara internal, yakni dinamika di dalam tubuh HMI haruslah menjadi kehangatan perkaderan, menjadi instrumen kesadaran bagi setiap anggota untuk menempa diri, membentuk karakter dan mentalitas kepribadian yang tangguh. Berani mengeksploitir diri untuk kebaikan pribadi dan anggota lainnya. Dan berhenti mengeksploitir orang lain karena penghambaan terhadap sesuatu yang nilainya lebih rendah, yakni karena pamrih dan menghilangkan unsur keikhlasan. Keikhlasan menjadi sarana untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, sebelum yakin usaha sampai untuk mewujudkan kemajuan dalam segala bidang, modal awal kader HMI dalam mengarungi segala bahtera dinamika dalam ber-HMI adalah bersyukur dan ikhlas di dalam berorganisasi. Sebagaimana bait awal yang ada di dalam lirik lagu Hymne HMI, Bersyukur dan Ikhlas, Himpunan Mahasiswa Islam, dan seterusnya, karya R.M. Akbar. Kedua, bernilai secara eksternal. Nilai ini merupakan kaidah yang tidak hanya menuntut kader HMI untuk mengabdikan diri kepada masyarakat yang lebih luas. Tetapi juga karena ini memanglah sudah menjadi kewajiban bagi kader HMI untuk menyebarkan dan memperjuangkan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan di dalam sendi-sendi kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Inilah cita-cita kader HMI untuk menjadi kader umat dan kader bangsa.


Dibalik itu semua, keadaan di lapangan ternyata tidak serta merta selalu manis dan elok seperti yang diidam-idamkan. Dari dinamika yang ada, antara baik dan buruk, pujian dan hinaan, manis dan pahit, hingga maju dan mundur silih berganti mengisi relung perkaderan di dalam tubuh HMI.

Pasca reformasi dan memasuki post modern, degradasi yang terjadi di dalam tubuh HMI tidak dapat dipungkiri adanya. Hal ini diperkuat oleh fakta-fakta yang menunjukkan kemunduran dan kemelorotan HMI yang disampaikan secara jelas dan terang oleh Prof. DR. Agussalim Sitompul dalam buku 44 Indikator Kemunduran HMI. Penyelidikan dan pembacaan kritis mengenai realita faktual oleh sejarawan HMI ini, kiranya akan sangat tidak berguna dan mubazir manakala tidak ada tindak lanjut yang pasti dan langkah kongkrit oleh kader-kader HMI.

Setelah memahami kondisi kekinian di HMI, tugas selanjutnya adalah keharusan mengadakan pembenahan yang sitematis mulai dari sekarang agar kedepannya HMI tidak semakin terjebak dan tertidur pulas dalam kubangan lumpur. Manakala ini tidak segera diperbaiki, maka bukan tidak mungkin HMI akan semakin tenggelam dan terpelosok ke jurang keterbelakangan.

Singkatnya, mentalitas kader HMI sekarang harus ditata ulang dan diformulasikan kembali. Pola pikir yang terlalu mengagungkan materi dan duniawi harus diubah menjadi paradigma yang mengedepankan terbentuknya kepribadian yang tangguh dan responsif terhadap dinamika perubahan sosial yang ada serta profesional dalam mengemban amanah untuk muwujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.

Sebagai penutup, semoga peringatan milad ini menjadi refleksi untuk menggugah kita semua demi berikhtiar mewujudkan kedinamisan dan meluruskan kembali khitoh perjuangan HMI dan memunculkan kader kader hebat dan berprestasi sebagaimana prestasi-prestasi yang ditorehkan abang-abang kita dahulu sejak HMI dilahirkan. Jayalah dan Dirgahayu Himpunan Mahasiswa Islam. Bahagia HMI!


Penulis: Tio Rizki Kurniawan
Kader HMI Komisariat Syariah IAIN Pontianak

Posting Komentar

0 Komentar