sukarditb.com

20/SASTRA/ticker-posts

Terkikisnya Etika Pers di Kalimantan Barat

Ilustrasi By youthproactive.com


 
Terkikisnya Etika Pers di Kalimantan Barat
Oleh: Sukardi (Adi TB)

Berbicara pers di Kalimantan Barat, tidak terlepas dari perkembangan pers secara Nasional.  Pada masa Orde Baru, pers tidak bebas untuk menyebarkan informasi.  Pers sarat akan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Alasan ketidakbebasan pers oleh pemerintah  pada masa itu,  pemerintah ingin mengontrol kestabilan negara dari informasi yang tidak jelas, serta kritik panas yang berujung pada sikap masyarakat yang cerdas, paham dan berusaha melawan ketimpangan-ketimpangan dari kebijakan pemerintah.

Pemerintah mengganggap pers sama dengan organisasi yang mengoreksi dan memprotes kebijakan pemerintah. Sikap pemerintah tersebut, menurut saya memiliki dua sisi, pertama yakni sisi positif, di mana penyebaran isu melalui media dapat terkontrol. Namun, sisi negatifnya, pemerintah saat itu menjadi anti kritik, karena bangsa yang besar itu harus mendengarkan suara rakyatnya.
Demikian sekilas tentang pers di masa Orde Baru, sekarang kita sudah berada di masa kebebasan pers, hal itu menjadikan pers dan media menjamur. Dari yang berkepentingan untuk menyebarkan informasi hingga ajang bisnis, bahkan keluar dari koridor elemen jurnalisme dan etika pers pun tak diindahkan.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2001) dalam bukunya yang berjudul  The Elements of Journalism, What Newspeople Should Know and the Public Should Expect (New York: Crown Publishers), menyatakan sembilan elemen jurnalisme untuk para jurnalis yaitu; (1) Kewajiban utama jurnalisme adalah pada pencarian kebenaran, (2) Loyalitas utama jurnalisme adalah pada warga Negara, (3) Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi, (4) Jurnalis harus menjaga independensi dari obyek liputannya, (5) Jurnalis harus membuat dirinya sebagai pemantau independen dari kekuasaan, (6) Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling-kritik dan menemukan kompromi, (7) Jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan, (8) Jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional, (9) Jurnalis harus diperbolehkan mendengarkan hati nurani personalnya.
Adapun beberapa etika pers yang semakin terkikis di Kalimantan Barat, dibuktikan dengan beberapa pelanggaran sebagai berikut: (1) Penulisan yang berkaitan dengan unsur suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) ditulis tanpa berhati-hati, tanpa melihat dampak singgungannya, (2) Foto maupun audio visual  korban dan pelaku masih ada yang tidak diblur atau ditutup, (3) Menulis berita dari hasil copy paste dari media lain, tanpa turun ke lapangan langsung, sering terdapat di media online. (4) Menonjolkan istilah-istilah sadisme dan melebih-lebihkan isi berita, tidak menyamarkan nama pelaku. (5) Judul berita yang begitu bombastis, ketika dibuka isinya tidak lengkap bahkan tidak jelas. (6) Tidak mengedepankan kelengkapan dan keakuratan data, mereka hanya ingin tercepat dalam penyajian berita, namun tidak berkualitas. Hal yang demikian sungguh miris, apabila dihadirkan ke hadapan kita, bergerak di sekeliling kita, setiap saat menjadi konsumsi yang tidak bermanfaat.
Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyatakan bahwa kebebasan Pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi guna memenuhi kebutuhan yang hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Kebebasan yang dimiliki Pers bukan berarti mampu membuat Pers bergerak terlalu leluasa apalagi menyangkut hal-hal yang bersinggungan dengan SARA, pornografi dan erotisme, kekerasan dan hal hal lain yang dapat memicu perpecahan maupun konflik. Oleh karena itu, kepada Dewan Pers segeralah memberikan teguran dan sanksi tegas terhadap penggiat media yang melanggar kode etik tersebut, khususnya di wilayah Kalimantan Barat, yang rentan akan konflik dan isu SARA. Saya berharap, etika pers menjadi perhatian utama para insan media, sehingga apa yang mereka sajikan, menjadi sesuatu yang kita nantikan, bukan malah sebaliknya, pers menjadi bahan permusuhan, semoga. (*)

Salam Pers!

*Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Pontianak. Aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Warta IAIN Pontianak.

Posting Komentar

0 Komentar