Ilustrasi By youthproactive.com |
Oleh:
Sukardi (Adi TB)
Berbicara pers di Kalimantan Barat, tidak
terlepas dari perkembangan pers secara Nasional. Pada masa Orde Baru, pers tidak bebas untuk
menyebarkan informasi. Pers sarat akan kritik terhadap kebijakan
pemerintah. Alasan ketidakbebasan pers oleh pemerintah pada masa itu, pemerintah ingin mengontrol kestabilan negara
dari informasi yang tidak jelas, serta kritik panas yang berujung pada sikap masyarakat yang cerdas,
paham dan berusaha melawan ketimpangan-ketimpangan dari kebijakan pemerintah.
Pemerintah
mengganggap pers sama dengan organisasi yang mengoreksi dan memprotes kebijakan
pemerintah. Sikap pemerintah
tersebut, menurut saya memiliki dua sisi, pertama yakni sisi positif, di mana
penyebaran isu melalui media dapat terkontrol. Namun, sisi negatifnya,
pemerintah saat itu menjadi anti kritik, karena bangsa yang besar itu harus
mendengarkan suara rakyatnya.
Demikian sekilas tentang pers di masa Orde Baru, sekarang kita
sudah berada di masa kebebasan pers, hal itu menjadikan pers dan media
menjamur. Dari yang berkepentingan untuk menyebarkan informasi hingga ajang bisnis, bahkan keluar dari koridor elemen
jurnalisme dan etika pers pun tak
diindahkan.
Bill
Kovach dan Tom Rosenstiel (2001) dalam bukunya yang berjudul The
Elements of Journalism, What Newspeople Should Know and the Public Should
Expect (New York: Crown Publishers), menyatakan sembilan elemen jurnalisme
untuk para jurnalis yaitu; (1) Kewajiban utama jurnalisme adalah pada pencarian
kebenaran, (2) Loyalitas utama jurnalisme adalah pada warga Negara, (3) Esensi
jurnalisme adalah disiplin verifikasi, (4) Jurnalis harus menjaga independensi
dari obyek liputannya, (5) Jurnalis harus membuat dirinya sebagai pemantau
independen dari kekuasaan, (6) Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk
saling-kritik dan menemukan kompromi, (7) Jurnalis harus berusaha membuat hal
penting menjadi menarik dan relevan, (8) Jurnalis harus membuat berita yang
komprehensif dan proporsional, (9) Jurnalis harus diperbolehkan mendengarkan
hati nurani personalnya.
Adapun beberapa etika pers
yang semakin terkikis di Kalimantan Barat, dibuktikan dengan beberapa
pelanggaran sebagai berikut:
(1) Penulisan yang berkaitan dengan unsur suku, agama, ras
dan antargolongan (SARA) ditulis tanpa berhati-hati, tanpa melihat dampak
singgungannya, (2) Foto
maupun audio visual korban dan pelaku
masih ada yang tidak diblur atau ditutup, (3) Menulis berita dari hasil copy paste dari media lain,
tanpa turun ke lapangan langsung, sering
terdapat di media online. (4) Menonjolkan istilah-istilah sadisme dan
melebih-lebihkan isi berita, tidak menyamarkan nama pelaku. (5) Judul berita yang begitu bombastis, ketika
dibuka isinya tidak lengkap bahkan tidak jelas. (6) Tidak mengedepankan kelengkapan dan keakuratan
data, mereka hanya ingin tercepat dalam penyajian berita, namun tidak
berkualitas. Hal yang demikian sungguh miris, apabila dihadirkan ke hadapan kita, bergerak di sekeliling
kita, setiap saat menjadi konsumsi yang tidak bermanfaat.
Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) menyatakan bahwa kebebasan Pers adalah sarana
masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi guna memenuhi kebutuhan
yang hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Kebebasan yang
dimiliki Pers bukan berarti mampu membuat Pers bergerak terlalu leluasa apalagi
menyangkut hal-hal yang bersinggungan dengan SARA, pornografi dan erotisme,
kekerasan dan hal hal lain yang dapat memicu perpecahan maupun konflik. Oleh
karena itu, kepada Dewan Pers segeralah memberikan teguran dan sanksi tegas
terhadap penggiat media yang melanggar kode etik tersebut, khususnya di wilayah
Kalimantan Barat, yang rentan akan konflik dan isu SARA. Saya berharap, etika pers menjadi perhatian utama para insan
media, sehingga apa yang mereka sajikan, menjadi sesuatu yang kita nantikan,
bukan malah sebaliknya, pers menjadi bahan permusuhan, semoga. (*)
Salam Pers!
*Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,
Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Pontianak.
Aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Warta IAIN Pontianak.
0 Komentar