sukarditb.com

20/SASTRA/ticker-posts

Untuk Ayah, Aku Berkarya

Oleh: Sukardi (Adi TB)

Seiring berlabuhnya fajar, tubuhku semakin gemetar, ini tandanya aku lapar. Deru angin sungai Kapuas menggelegar, sesekali cahaya lampu petromak terpancar. Dari kejauhan para santri beiringan berangkat mengaji, penghuni dunia yang suka menggali ilmu untuk akhirat nanti. Dalam diam ada riuh, pikiran bergemuruh, pena dan kertas bersama tubuh, mengukir karya hingga utuh, selamat sore jiwa yang teguh.


Namaku Nur, remaja berusia 17 tahun, usia yang memiliki banyak tanda tanya dalam kehidupan. Hidup yang penuh dengan rasa ingin tahu. Tidak heran, di usiaku ini, aku ingin banyak mencoba sesuatu, terkadang aku menjadi orang yang tidak mau membuka diri, aku memiliki jiwa untuk menciptakan sesuatu yang berbeda.

Aku sembunyi-sembunyi membuat karya tulis, aku memang suka membuat karangan sejak sekolah dasar. Nilai Bahasa indonesiaku selalu tinggi. Aku selalu ingin menciptkan yang berbeda, aku menulis, mengukir kata-kata yang ada di hati, aku yakin tidak ada karya yang salah, jadi aku menulis apa saja yang ingin aku tulis. Dari kehidupanku di rumah, di sekolah, bermain, mengaji dan masih banyak lagi.

Suatu hari, tulisanku dibaca oleh ayahku, ia memberikan beberapa nasehat, diantaranya, kata ayah, pada masa sekarang ini, orang sudah jarang membaca. Secara fakta di lapangan, memang benar apa yang dikatakan ayah itu. Aku sempat minder, dan ingin berhenti menulis, namun apa yang terjadi, jemari terus bergerak, menuangkan kata-kata yang ada dihati. Mungkin aku durhaka terhadap orang tuaku. Tidak mengindahkan kata-katanya.

Hingga pada suatu hari, aku bertemu dengan seorang teman yang juga suka menulis. Namanya Abdul. Ia suka mengarang cerita pendek sejak sekolah dasar juga, sejak perkenalan pertama, ia banyak berbagi pengalamannya menulis. Dari mengikuti lomba menulis hingga mengirimkan tulisannya ke media cetak, dan akhirnya terbit. Dari tulisan, ia juga mendapatkan uang jajan. Yang ia katakan, menulis itu dari hati, menulis adalah karya, misal dapat uang dari tulisan, itu adalah buahnya, sedangkan karya adalah pohon yang kita rawat dengan sebaik-baiknya.

Seiring waktu berlalu, aku sering menulis bersama temanku itu. Aku diajaknya mengirimkan tulisan ke media cetak, berupa cerita pendek, namun aku masih saja malu dan takut dimarah ayah. Ternyata, Abdul diem-diem mengirimkan tulisanku ke media cetak dan ternyata terbit. Cerpenku ia kliping, ia tunjukkan kepadaku di taman kota, aku sumringah, namun masih jengah, aku malu nunjukin ke orang tuaku, terutama ayah.

Lagi-lagi, Abdul memberikan motivasi untuk menunjukkan karyaku itu kepada Ayah dan Ibu. Jangan takut, itu adalah karya, tidak ada yang salah, kata Abdul. Rasa percaya diri meningkat lagi. Segera aku menuju rumah, dan berbicara dengan orang tuaku yang sedang duduk di ruang tamu.

Perlahan-lahan aku memberikan cerpen yang sudah tertuang di media lokal kalbar. Aku kira Ayah akan cuek saja. Ternyata berbalik 180 derajat, ayah tersenyum dan ibu pun juga senang. Dari karyaku ini, ayah berjanji akan membelikan laptop, karena aku terlihat serius untuk menulis.

Sebulan kemudian, laptop yang dijanjikan Ayah, benar-benar hadir di hadapanku. Aku bangkit dan memeluk ayah. Terimakasih ayah, kamu benar-benar memberikan dukungan kepadaku, ternyata benar, suatu yang diragukan harus diberikan pembuktian.

Tidak main-main, ayah membelikan laptop dengan space core i3, karena aku juga suka dengan design grafis. Terima kasih ayah. Kupeluk ayah erat-erat, dan ibu datang juga memelukku dari belakang. Sungguh, keluarga yang bahagia.

Ada kompetensi menulis di media sosial, yang diadakan oleh salah satu penerbit terkenal di pulau Jawa. Aku pun mencoba mengirimkan tulisan. Menunggu selama sebulan, dan akhirnya aku lolos sebagai Kontributor. Satu cerpen yang berjudul Nada Khusus, menempel dalam buku pertamaku itu. Ucap syukurku kepada Ilahi, karena Kekuatan-Nya, karyaku tercipta. Ayah semakin senang dan sayang kepadaku. Senyum Ayah, semangat untukku.

Aku terus mengukir tulisan. Pikiran-pikiran yang penuh inspirasi, kutuangkan dengan ikhlas dari hati. Karya adalah cinta. Untuk Ayah, aku berkarya.


Pontianak, 26 Maret 2016.
Cerita ini, rekaman kehidupan sahabatku, Nur Ummi Mufidah.






Posting Komentar

0 Komentar