sukarditb.com

20/SASTRA/ticker-posts

Tentang Saya

Nama saya Sukardi, akrab dipanggil Adi. Lahir dengan selamat dan normal, di Desa Tanjung Saleh, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya. Pada hari Senin Manis, tanggal 5 Oktober 1994, sekitar pukul 19.00 WIB, bertepatan dengan malam Nisfu Sya’ban, dibantu dukun beranak yang bernama Bedhi binti Bedhun.

Di  akta kelahiran dan kartu keluarga, keterangan tentang tempat lahir,  saya lahir di desa Sukamaju Kecamatan Teluk Batang Kabupaten Kayong Utara. Entah kenapa bisa berbeda dengan nama desa yang di atas. Mungkin karena saya berdomisili di Teluk Batang. Kayong Utara merupakan kabupaten baru yang terbentuk pada tahun 2007, pemekaran dari kabupaten Ketapang.

Kata ibu, waktu lahir bentuk tubuh saya kecil, seukuran botol kecap. Kalau  pagi hari, saya dijemur menghadap cahaya surya yang baru terbit. Saya diangkat (diasapi) oleh nenek di tungku, ingat, di tungkunya bukan di atas api. Karena saya bukan Avatar sang pengendali api. Saya juga tidak akan dijadikan salai. Nenek melakukan hal tersebut, katanya untuk membuat tubuh saya menjadi hangat dan menguatkan kulit tubuh, yang ketika itu tubuh saya sangat rawan dan mudah iritasi.

Ketika masih bayi, kulit tubuh saya bewarna putih dan memiliki mimik wajah mirip cewek. Orang-orang yang baru kenal, belum yakin kalau saya cowok.  Suatu hari saya dibawa ibu ke undangan. Pada Saat itu banyak orang yang bertanya jenis kelamin saya, ada yang berkata kepada ibu, mengapa tidak diberi anting ditelinganya. Ibu langsung memberi tahu kepada orang itu, saya ini anak cowok. Mereka masih belum percaya, bahkan “Anu saya” ditunjukkin kepada orang itu. Barulah orang itu percaya, hehe parah deh pokoknya. Bulu mata saya melentik, banyak yang suka. Ciee..
Karena lucu, saya diberi julukan Unyil oleh Saweli, warga Jalan Sukamaju. Kalau paman saya yang bernama Suryatno, memberi julukan kepada saya dengan sebutan Pak Aji Lopok. Saya tanyain artinya sama ibu, tapi ibu tidak tahu. Ya sudah, tidak apa-apa, yang penting paman suka dan senang. J
Ketika kecil nama saya Abdul Amin, karena sering sakit, dirubah menjadi Sukardi oleh dukun beranak Jalan Sukamaju kecamatan Teluk Batang, bernama Wak Bana, beliau etnis Bugis.

Penyakit yang sering saya derita ketika kecil itu yaitu sakit perut. Ibu menggendong dan mengantarkan saya ke puskesmas, dengan berjalan kaki. Karena waktu itu, orang tua saya tidak punya kendaraan. Namun, semangat orang tua saya tidak pudar dan tetap kuat untuk membesarkan anak-anaknya.

Ayah saya bernama Suhardi hanya beda satu huruf dengan nama saya. Ayah putra asli Teluk Batang, punya adik perempuan, bernama Norma (Alm). Ayahnya bernama Norhawi dan ibunya bernama Kona binti Senen.
Ibu saya bernama Siti Nurhasanah. Ibu putri asli Tanjung Saleh, anak bungsu dari delapan bersaudara. ini nama saudara ibu saya : Muhammad Ali, Khodijah, Bisin, Subiah, Mislana, Maimuna, dan Fatimah. Orang tuanya bernama H. Abdul Gani bin Pudin dan Napari Binti Senen.
Saya anak kedua dari tiga bersaudara. Abang bernama Muhammad Suripin. Adik bernama Fitri Suhana. Umur saya beda tiga tahun dengan abang, sedangkan saya dengan adik berjarak sebelas tahun. Kami bersaudara baik, walau kadang-kadang ada perbuatan kami yang saling membuat jengkel dan marah. Kami tetap saling memaafkan. Terkadang kami bermain bersama di waktu luang.

Pekerjaan ayah ialah berkebun karet. Hari masih subuh ayah telah bangun untuk pergi menyadap (noreh)  karet di kebun. Menoreh ketika cuaca panas, kalau cuaca hujan tidak bisa noreh. Ayah juga membuka lahan untuk berladang padi. Penghasilan pertahun berbeda-beda. Terkadang banyak dan terkadang sedikit. Rute menuju ladang tidaklah bagus. Jalannya berliku-liku dan banyak lubang. Ketika hujan, kondisi badan jalan sangat becek.  Jika berjalan kaki memerlukan waktu tiga jam untuk sampai ladang, kalau menggunakan sepeda membutuhkan waktu satu jam setengah.  Sungguh besar perjuangan ayah untuk menafkahi kehidupan kami.

Ayah saya sosok seorang yang ulet dan tegas. Beliau suka memberi dukungan. Contohnya, ketika saya akan mengikuti lomba mengaji, olimpiade dan lomba yang lainnya. Ayah selalu menyempatkan diri untuk mengantarkan saya ke tempat lomba, dan rela meninggalkan pekerjaannya. Sungguh saya kagum kepada ayah yang selalu membimbing saya.

Ayah telah memberikan contoh seorang pemimpin yang baik di dalam rumah tangga. Ayah pernah berkata, kalau tidak ingin mati muda maka jagalah tingkahlaku. Maksudnya, jangan kita mengacau atau nembuat kerusakan, dengan cara menjaga sikap dan tingkahlaku. Saya segan dengan ayah, untuk berbicara langsung saja masih gugup.

Ketika makan bersama, saya begitu pelan-pelan dalam mengunyah. Kalau kedengaran kuat, sampai ceplas-ceplos, cara makan saya dikatakan mirip bebek yang lagi nyosor. Jadi, dari kecil saya telah diajari etika oleh ayah dan ibu. Dan itu semua saya rasakan manfaatnya sampai sekarang.
Yang paling sering ngomel itu ibu, sebenarnya nasihat, bukan marah. Perkataan ibu itu adalah pesan dan cara mendidik saya. Saya paling dekat dengan ibu,  kalau terjadi apa-apa, saya suka cerita sama ibu.  Saya suka tidur sama ibu. Bisa tidur sendirian setelah  kelas dua SMP, berhenti menyusu kelas tiga SD, maklum ketularan manjanya ibu, hehe.

Saya manja banget sama ibu. Sekarang, setelah merantau ke kota, untuk kuliah dan jauh dari ibu, terasa sedih sekali di hati. Karena ini kali pertamanya saya jauh dari orang tua. Namun saya harus tetap semangat, saya harus membuat kedua orang tua bahagia dan bangga. Saya yakin bisa menggapai semua tujuan. Semua hal yang saya kerjakan, semata-mata ingin mengharap ridho Allah SWT.

Posting Komentar

0 Komentar