Tulisan
Tidak Akan Pernah Padam
Oleh:
Sukardi (Adi TB)
Rabu, 21 Mei
2014
“Bisa gak ya?. Harus mulai dari mana?”
Itulah pertanyaan yang keluar dari benakku,
ketika aku akan menulis. Disaat seperti itu, pikiranku teringat dengan perkataan seorang
Dosen, yang kukenal ketika Orientasi Pengenalan Akademik (OPAK) Mahasiswa baru,
di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak.
Mendengar penjelasan dari Dosen tersebut, aku
menjadi semangat dan berkata, “Iya ya, ternyata menulis itu tidak sulit,” dengan mimik wajahku yang sedikit polos.
Aku
mengambil pulpen dan buku yang ada di dalam tasku, aku tidak mau
buang-buang waktu, dengan segera dan senyaman mungkin, aku menulis suasana di dalam
kelas itu. Aku gambarkan dalam bentuk tulisan. Aku mulai dengan satu titik yang
mungil, kemudian menjadi satu huruf, satu kata, satu kalimat dan akhirnya
menjadi satu paragraf. Aku kerjakan di atas kertas yang semulanya putih polos.
Setelah itu, tinta hitam mengotori kertas tersebut dengan tulisanku. perlahan-lahan
namun pasti. Aku mulai merasakan, ternyata menulis itu asyik.
Kuliah semester pertama aku jalani, ada dua
belas mata kuliah yang harus aku hadapi, salah satunya berhubungan dengan
menulis, mata kuliah apakah itu? Ya, tepat jawaban anda, mata kuliah “Bahasa
Indonesia”.
Hari pertama mata kuliah Bahasa Indonesia,
kami satu kelas langsung mendapat tugas membuat tulisan. Bagaimana bentuknya?, bentuknya itu mencatat kegiatan
sehari-hari dalam sebuah buku catatan harian (diary).
“Bisa gak
ya?. Harus mulai dari mana?”, lagi-lagi pertanyaan itu hadir dalam benakku untuk menulis. Hatiku
bangkit lagi, setelah teringat perkataan
dosen ketika OPAK itu, aku mulai menulis
lagi.
Sejak Sekolah Dasar (SD) sampai ke jenjang Sekolah
Menengah Atas (SMA), aku belum pernah
membuat catatan harian. Sekarang kuliah, aku punya konco baru, yakni buku diary. Mengapa aku katakan konco baru?,
karena ia setia menemaniku dan betah berlama-lama dihadapanku, mendengarkan semua curahan hatiku. Yang
kadangkala senang, sedih dan sebagainya, semua itu aku tulis bersamanya.
Awalnya, aku anggap buku catatan harianku
sebagai buku tugas Bahasa Indonesia, namun setelah banyak catatan harian yang
aku tuangkan, dan aku baca kembali di waktu luang, sungguh terasa lucu dan menyenangkan.
Contohnya, ketika ada kejadian yang telah
terlupakan, namun di dalam tulisan, kejadian itu tetap ada, dan mengingatkan
aku kembali akan suasana tersebut. Asyik bukan?, pasti anda belum yakin dan
bisa mengatakan “Iya”. Silakan anda mencoba terlebih dahulu menulis kegiatan sehari-hari,
setelah satu bulan, buka dan baca kembali, aku yakin, anda akan menjawab, “Wah,
asyik ternyata menulis”.
Jadi, jangan takut menulis, jangan malas
menulis, jangan berhenti menulis, dan jangan hilangkan kejadian dalam hidupmu. Sayangkan
kalau tidak ditulis? Karena dengan tulisan, sejarah hidupmu akan terus
terekam.
Sebuah tulisan tidak akan pernah padam. Bagaimana
kalau hilang?, iya jika hilang pun, dan ditemukan oleh orang lain, tulisan itu
masih bisa dibaca. Terkecuali tulisan itu punah, dilahap oleh si jago merah
alias api, tenggalam di muara butiran
putih alias air, dan rusak oleh si
penikmat softfile alias virus
komputer.(*)
0 Komentar