Ada perubahan cara pandang masyarakat terhadap kekuasaan seiring dengan semakin menguatnya supremasi sipil yang beriringan dengan era keterbukaan informasi. Cara pandang itu dapat kita baca ke dalam dua hal : *Pertama* , Kesadaran kritis. *Kedua* , Partisipasi publik.
Kesadaran yang dimaksud adalah, kini masyarakat tidak apatis terhadap politik. Mereka punya basis ide dalam memandang peristiwa politik. Jika narasi tokoh atau parpol sesuai dengan ide mereka, maka mereka dengan sukarela akan terafiliasi. Inilah yang disebut dengan kesadaran kritis.
Sedangkan partisipasi yang dimaksud adalah, masyarakat terlibat aktif dalam aksi dukung mendukung hingga bela membela entitas politik yang sesuai dengan kesadaran kritisnya. Betapa berisiknya kita menyaksikan silang pendapat, adu argumentasi, saling merisak hingga jual beli gagasan yang melibatkan pendukung dari kubu yang berbeda. Arenanya bisa terjadi di sosial media ataupun di ruang terbuka publik, dalam kasus Pontianak itu terjadi di warung kopi.
Dalam situasi demikian, kutipan dari orasi Ketua Kahmi Kota Pontianak, Kanda *_Subhan Noviar_* menemukan relevansinya, _“Politik akan menjadi proses berkualitas yang mencerdaskan masyarakat, jika tradisinya kita dorong menjadi industri pemikiran”._ Ucapan itu disampaikan saat momen pelantikan pengurus Kahmi Kota Pontianak di PCC yang dihadiri oleh banyak aktor politik, para balon walikota dan aktivis gerakan mahasiswa.
Sebelumnya, bahkan di sebagian wilayah masih terjadi ; praktik demokrasi yang berjalan layaknya industri kekuasaan yang konstelasinya hanya melibatkan oligarki partai politik. Terjadi transaksi kekuasaan yang didominasi oleh uang dan patronase bukan kompetensi calon pemimpin. Posisi ormas dan gerakan mahasiswa hanya menjadi underbow, oknumnya sekedar menjadi operator politik di lapangan untuk melanggengkan ambisi elit yang mampu membayar. Dalam setiap kontestasi, isu yang menyeruak ke publik pun mendangkalkan nalar kritis dan tidak mencerdaskan sama sekali karena hanya berkelindan pada isu SARA dan politik aliran.
Dengan profil masyarakat urban yang terdidik, ekonomi membaik serta kritis, Pontianak punya potensi menjadi ruang ekperimentasi untuk merancang praktik politik yang beranjak dari industri kekuasaan menjadi industri pemikiran. Dan KAHMI menjadi pemantik strategis karena kader-kadernya menginfiltrasi sekaligus tulang pinggung semua pranata demokrasi yang telah mapan.
Setidaknya ada empat pranata demokrasi yang saling terkait dan bekerja simultan tiap kali suksesi politik berlangsung. Keempat pranata itu adalah Komisi Pemilihan Umum, Partai Politik, Lembaga survey-intelektual kampus dan media. Kami akan menguraikan bagaimana KAHMI sebagai ormas lanjutan dari gerakan mahasiswa-HMI yang menjalankan fungsi kaderisasi mendominasi dalam hal menyuplai orang-orang yang berkiprah di keempat pranata tersebut.
*Pertama* , Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilu, kita akan menemukan nama beken yang baru saja ditasbihkan menjadi anggota KPU RI, Kanda Viryan Aziz yang berproses mengawal pemilu sejak di level kota Pontianak. Ada pula srikandi Kohati, Yunda Umi Rifdiawati yang sekarang pemegang mandat KPU Provinsi setelah sebelumnya juga berproses di KPU Kota. Saat ini di KPU Kota Pontianak ada tiga kader KAHMI yang bertugas : Kanda Sujadi, Kanda Deni dan Yunda Yeni.
*Kedua* , Partai Politik. Tidak sedikit kader KAHMI yang berkiprah sebagai fungsionaris partai. Dari banyaknya yang menjadi petugas partai, muncul nama-nama tokoh elit partai besar yang juga merupakan kader KAHMI. Diantaranya Ketua DPD Provinsi Golkar, Kanda Ria Norsan, anggota DPRD Provinsi dari PAN Kanda Mujiono dll. Tampilnya kader Kahmi sebagai elit partai politik tentu akan memberi arah perbaikan kualitas demokrasi kita.
*Ketiga* , Intelektual politik. Sudah menjadi lumrah untuk membaca dinamika politik partai politik dan media merujuk kepada analisa politik dari Kanda DR. Jumadi, Dosen Fisipol Untan dengan opini-opini segar. Di samping itu, KAHMI juga rutin menjalin komunikasi dan menggelar diskusi bersama lembaga survey seperti Poltracking. Dan yang teranyar memberikan panggung kepada Hanta Yuda untuk berorasi. Sepertinya hubungan itu kian erat dengan agenda kerjasama riset politik dan kebijakan publik di masa mendatang. Relasi kader KAHMI dan lembaga survey yang ada di pusat menjadi kuat sebab sumberdaya surveyor lembaga itu mengandalkan kerja kader HMI di lapangan.
*Keempat* , Media. Inilah saluran dimana peristiwa politik diwartakan. Saluran tempat pertarungan opini dan propaganda isu dimainkan. Saluran untuk mengawasi kerja pemerintah. Media massa menjadi institusi strategis untuk komunikasi politik, saluran dimana pemimpin mengelola mood publik. Dengan munculnya sosial media terjadi revolusi pola penyebaran informasi dari vertikal ke horizontal. Berita tidak dimonopoli oleh media arus utama lagi. Meskipun begitu, media arus utama yang cepat menyesuaikan diri dengan perubahan zaman menemukan legitimasi publiknya untuk mewartakan informasi. Di Kalimantan Barat, para jagoan media, jurnalis senior juga didominasi oleh kader KAHMI seperti Kanda Hasyim Asy’ari (Tribun Pontianak), Kanda Sutami (Pontianak Post), Kanda Nur Iskandar dll.
Selanjutnya saya menyebut kader-kader KAHMI yang berkiprah di pranata demokrasi di atas sebagai eksponen KAHMI. Agenda untuk mentransfromasi tradisi politik dari industri kekuasaan menjadi industri pemikiran sangat ditentukan oleh arah kebijakan dan komunikasi yang dibangun KAHMI terhadap para eksponen KAHMI.
Terkait eksponen KAHMI, teoretikus perlawanan tanpa kekerasan, *_Gene Sharp_* (1973) pernah mengutarakan gagasan serupa yang disebutnya dengan istilah _the loci of power._ Ia mengatakan bahwa kekuasaan dalam politik demokrasi tidak inheren di tangan penguasa ( _the rulers_ ). Kekuasaan itu memang didatangkan dari asalnya, yakni publik atau rakyat ( _the subjects_ ). Tapi itu tidak berarti kekuasaan menjadi mutlak di tangan _the rulers_ lalu publik menjadi _powerless_ .
Sharp menegaskan bahwa pada dirinya, kekuasaan itu menyebar dalam masyarakat, dalam apa yang disebutnya _the loci of power_ (Latin, loci = jamak dari locus = tempat, ruang). "Ruang-ruang kekuasaan" itu senantiasa mengawasi dan mengawal proses penyelenggaraan politik oleh _the rulers_ karena dasar dari kekuasaan politik adalah kepatuhan masyarakat terhadap elite politik. Ketika kepatuhan itu lenyap, sering kali karena kekuasaan diselewengkan oleh _the rulers_ , dengan sendirinya kekuasaan politik menjadi kehilangan legitimasi.
Di sini, peran _the loci of power_ yang mengambil bentuk sebagai kelompok kepentingan ( _interest group_ ), kelompok penekan ( _pressure group_ ), gerakan sosial, kelompok gender, dan sebagainya, menjadi urgen dan krusial. Karena ketika kekuasaan tidak lagi dijalankan sesuai dan untuk kebaikan umum, _the loci of power_ patut merampasnya melalui aksi-aksi resistensi. Lebih jelasnya, Sharp ingin mengatakan bahwa di saat negara tidak lagi mengabdi kepada rakyat, terkait dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada raktyat, dengan sendirinya legitimasi kekuasaan layak dicopot.
KAHMI beserta eksponenya bisa menjelma sebagai entitas politik baru dengan daya tawar tinggi yang menjalankan fungsi _The Loci of Power._ Namun untuk menjelma sebagai entitas politik baru yang disegani itu, KAHMI beserta eksponennya harus memiliki kesadaran kolektif untuk mentransformasi politik menjadi industri pemikiran. Ukurannya sederhana saja : *Pertama* , ketika preferensi politik berdasarkan kompetensi dan gagasan yang diusung oleh calon pemimpin dijadikan dasar bagi rakyat untuk memilih. *Kedua* , Ketika masyarakat sudah terlibat aktif mengawal dan mengontrol kebijakan pemerintah. *Ketiga* , aspirasi warga bisa sampai dan langsung ditanggapi oleh pemerintah. *Keempat* , ketika diskusi ilmiah mendominasi setiap ruang pertemuan warga. Kelima terwujudnya pemerintahan yang bersih, kredibel dan transparan.
Jika diibaratkan arus air, maka HMI sebagai gerakan mahasiswa berada di hulu dan menjalankan fungsi kaderisasi berupa perekrutan dan pembinaan. Sedangkan KAHMI berada di hilir dan menjalankan fungsi pemberdayaan dan pengkaryaan kader. Dalam relasi HMI-KAHMI seumpama aliran air dari hulu ke hilir, patut menjaga agar alirannya tidak rusak, terkontaminasi, tersumbat dan keruh. Di KAHMI agenda politik nasionalis keummatan diusung dan menjadi standar berpikir kader sesuai amanat NDP HMI : menjadikan politik sebagai industri pemikiran yang mencerdaskan. Seperti kata _Lafra Pane, “politik tertinggi adalah pendidikan_ ”.
Ditulis oleh : Departemen Politik & Hukum KAHMI Kota Pontianak
0 Komentar